Cara Menghitung PDB Nominal, PDB Riil, dan Deflator PDB serta Perbedaannya

Konten [Tampil]

Sebelumnya kita telah membahas bagaiman cara penghitungan dari Produk Domestik Bruto, baik itu dengan menghitung menggunakan pendekatan pengeluaran, pendekatan pendapatan, dan pendekatan produksi. Kesimpulan yang kita ambil adalah PDB menghitung total pendapatan dan pengeluaran yang terjadi di dalam perekonomian. Selanjutnya tentunya kita bertanya-tanya, bagaimana bisa pengeluaran itu naik dari tahun ke tahun? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada dua kemungkinan, yaitu :

1.  Harga barang dan jasa naik sehingga menyebabkan pengeluaran akan ikut naik juga, atau
2.   Barang yang diproduksi jumlahnya meningkat sehingga menyebabkan pengeluaran akan meningkat juga.


Untuk mengamati hal ini lebih lanjut, maka kita perlu memahami dahulu apa itu PDB nominal dan PDB riil.

1.    PDB Nominal
Ketika kita ingin mengetahui PDB nominal, maka kita perlu menghitung PDB nominal dengan cara menghitung total pengeluaran di dalam perekonomian, yaitu dengan mengalikan jumlah barang dan jasa dengan harga yang berlaku saat ini.
2.    PDB Riil
Berbeda dengan PDB nominal, ketika kita ingin mengetahui berapa PDB riil, maka kita perlu menghitung total pengeluaran di dalam perekonomian, yaitu dengan cara mengalikan jumlah barang dan jasa yang diproduksi dengan harga yang berlaku pada tahun dasar (harga konstan).

Contoh menghitung PDB nominal dan PDB riil :
Harga dan Kuantitas Barang
Tahun
Kuantitas Apel
Harga Apel
Kuantitas Jeruk
Harga Jeruk
2016
100
$2
90
$1
2017
130
$4
130
$3
2018
150
$5
160
$4
2019
210
$7
200
$6

Menghitung PDB nominal :
Tahun 2016
( 100 apel x $2 per unit apel ) + ( 90 jeruk x $1 per unit jeruk   ) = $290
Tahun 2017
( 130 apel x $4 per unit apel ) + ( 130 jeruk x $3 per unit jeruk ) = $910
Tahun 2018
( 150 apel x $5 per unit apel ) + ( 160 jeruk x $4 per unit jeruk ) = $1390
Tahun 2019
( 210 apel x $7 per unit apel ) + ( 200 jeruk x $6 per unit jeruk ) = $2670

Menghitung PDB riil :
Tahun 2016
( 100 apel x $2 per unit apel) + ( 90 jeruk x $1 per unit jeruk   ) = $290
Tahun 2017
( 130 apel x $2 per unit apel) + ( 130 jeruk x $1 per unit jeruk ) = $390
Tahun 2018
( 150 apel x $2 per unit apel) + ( 160 jeruk x $1 per unit jeruk ) = $460
Tahun 2019
( 210 apel x $2 per unit apel) + ( 200 jeruk x $1 per unit jeruk ) = $620

Itu adalah PDB nominal dan PDB riil pada tahun 2016-2019, Kesimpulannya adalah jika kita ingin mengetahui nilai dari barang dan jasa di dalam perekonomian, maka PDB nominal menggunakan harga yang berlaku pada saat ini/tahun berlaku. Sedangkan, PDB riil menggunakan harga yang berlaku pada tahun dasar ( harga konstan ) dalam menentukan nilai barang dan jasa di dalam perekonomian.


Ketika kita ingin mengetahui sebarapa baiknya kinerja kegiatan ekonomi di dalam suatu perekonomian, maka kita harus melihat pada seberapa meningkatnya pertumbuhan produksi barang dan jasa di dalam perekonomian yang mana hal ini dapat kita lihat dengan menggunakan PDB riil. PDB riil melihat pertumbuhan produksi barang dan jasa di dalam perekonomian dengan tidak melihat seberapa meningkatnya harga pada barang dan jasa tersebut, hal inilah yang menyebabkan mengapa ekonom lebih melihat PDB riil dibandingkan PDB nominal.

#. Deflator PDB
Deflator PDB adalah perbandingan antara PDB nominal terhadap PDB riil. Deflator PDB menghitung tingkat harga saat ini relative terhadap tingkat harga pada tahun dasar. Deflator PDB juga menggambarkan apa yang terjadi terhadap harga bukan pada jumlah. Adapun cara menghitung PDB dapat menggunakan formula :

Deflator PDB = (PDB nominal/PDB riil) x 100

Selanjutnya, kita akan mencoba menghitung berapakah deflator PDB dengan menggunakan soal tadi …
Tahun 2016
( $ 290/$290 ) x 100 = 100
Tahun 2017
( $ 910/$390 ) x 100 = 233,33
Tahun 2018
( $1390/$460 ) x 100 = 302,17
Tahun 2019
( $2670/$620 ) x 100 = 430,64

Itu adalah penghitungan deflator PDB dari soal diata yang mana ini hanyalah sebuah ilustrasi . . . .

Selanjutnya, Deflator PDB dapat mengukur tingkat inflasi yang terjadi pada periode tertentu. Tinkat Inflasi sendiri memiliki arti persentase perubahan harga dari satu periode ke periode lainnya. Kita dapat mengukur tingkat inflasi dengan menggunakan deflator PDB, formulanya adalah :

Tingkat inflasi di tahunt = ( (Deflator PDBt - Deflator PDBt-1) / Deflator PDBt-1 ) x 100%

Kita dapat menggunakan contoh soal di atas untuk membantu pemahaman menghitung tingkat inflasi menggunakan deflator PDB :
Tahun 2016
( (100 – 100)/100 x 100% = 0
Tahun 2017
( (233,33 – 100)/100) x 100% = 133,33%
Tahun 2018
( (302,17 – 233,33)/233,33) x 100% = 29,5%
Tahun 2019
( (430,64 – 302,17)/302,17) x 100% = 42,5%

Itu adalah tingkat inflasi yang terjadi pada periode 2016-2019.


PDB yang besar memungkinkan suatu negara medapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan negara yang memiliki PDB yang rendah. Analoginya adalah ketika kita memiliki pendapatan sebesar Rp 10.000.000 itu akan lebih baik disbanding ketika kita memiliki pendapatan sebesar Rp 5.000.000. oleh karena itu, negara sangat memperhatikan nilai dari PDB ini. Banyak langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai dari PDB, salah satunya adalah dengan menghapuskan undang-undang mutu lingkungan. Ketika pemerintah menghapus undang-undang mutu lingkungan, maka perusahaan akan dapat lebih bebas untuk melakukan produksi barang dan jasa tanpa khawatir akan dikenai denda atas polusi dan limbah yang dihasilkan. Memang benar bahwa dengan penghapusan undang-undang mutu lingkungan akan membuat perusahaan dapat meningkatkan produksinya dan akan meningkatkan PDB negara, akan tetapi kebijakan ini tidak dikehendaki karena dengan penghapusan undang-undang mutu lingkungan, maka akan lebih banyak polusi dan limbah yang dihasilkan oleh perusahaan yang mana limbah dan polusi ini akan membuat masyarakat menjadi tidak sehat dan menurunkan manfaat dari meningkatnya PDB sehingga kebijakan ini tidak pernah dikehendaki.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cara Menghitung PDB Nominal, PDB Riil, dan Deflator PDB serta Perbedaannya"

Post a Comment